Banyak pertanyaan terdengar...
Bukan lagi lamat-lamat... tapi menderu.. pekakkan telinganya
Di sini... di tikungan jalan ini, setelah semua terjadi..
Kau tanyakan lagi kepadanya... apa gerangan yang dia suka darimu ?
Kau juga tanyakan alasannya... mengapa dia memilihmu ?
Ya... patut jika kau tanyakan itu.
Bukankah dulu dia mendayu-dayu dengan rayuannya padamu ?
Bukankah dulu dia pula yang memaksa kau menerima keputusannya memilihmu ?
Untuknya pula akhirnya semua dilakukan...
Kau benamkan segala inginmu,
Kau matikan bara cintamu pada yang lain,
Kau tundukkan pandanganmu, sudahi pencarianmu.
Namun lihatlah kini...
Langit mengernyit... saat dirimu ditinggalkannya.
Padahal dulu dia yang mengejar dan mengikatmu !
Awan pun menggumpalkan telapak tangannya.. ketika tahu kau dilupakannya.
Padahal dulu dia yang merengek untuk selalu kau ingat !
Aagh...
Angin hanya mampu mendesah...
Berusaha menemanimu dalam dingin dan sepi.
Sedangkan hujan sangat resah...
Karena perlahan-lahan tiap tetesnya membasahi kelopak matamu.
Di tikungan jalan ini, setelah semua terlanjur mengisi memori...
Kau hanya mampu diam bertahan memegang janji yang diingkari.
Mencoba mengerti atas segala yang tlah terjadi.
Tak berharap lagi ada yang menghampiri.
Karena di tikungan jalan ini.. semua hanya melesat lewat dan lekas berbelok pergi.
Friday, 19 February 2010
Thursday, 18 February 2010
Mungkin...
Apa lagi yang dicari?
Ketika jaraknya jengkal demi jengkal telah dilalui,
Bukan lagi satu demi satu... dua atau tiga, bahkan hingga tak mampu dihitung rasa yang telah kau nikmati
Apakah tak pernah terasa arti dari cukup?
Mungkin....,
Tetesan air yang menggoda saat dahaga bergelora,
Angin semilir yang membelai mencumbui tubuhmu,
Telah merapuhkan iman di dalam dadamu?
Mengotori kalbumu dengan seonggok nafsu yang busuk dan bau?
Mungkin....,
Ketika perhiasan dunia begitu menyilaukan,
Matamu tak lagi mampu menatap ujung jalan di depan mu.
Sekelilingmu membias... memudar... lalu lenyap.
Hingga kepinganku tak lagi bisa kau lihat...
Ketika jaraknya jengkal demi jengkal telah dilalui,
Bukan lagi satu demi satu... dua atau tiga, bahkan hingga tak mampu dihitung rasa yang telah kau nikmati
Apakah tak pernah terasa arti dari cukup?
Mungkin....,
Tetesan air yang menggoda saat dahaga bergelora,
Angin semilir yang membelai mencumbui tubuhmu,
Telah merapuhkan iman di dalam dadamu?
Mengotori kalbumu dengan seonggok nafsu yang busuk dan bau?
Mungkin....,
Ketika perhiasan dunia begitu menyilaukan,
Matamu tak lagi mampu menatap ujung jalan di depan mu.
Sekelilingmu membias... memudar... lalu lenyap.
Hingga kepinganku tak lagi bisa kau lihat...
Wednesday, 17 February 2010
Hampa
Ketika semua sudah tak tersisa... habis terkuras sampai dasar
Tercerabut segala asa hingga tak ada yang mengakar
Semua melayang terbang ... tak lagi dapat ditebar
Mampukah untuk tetap tegar ?
Sunday, 3 January 2010
Malam
Mengarungi lautan malam,
Ketika bintang saling mengerlingkan tatapan.
Mencoba menyeberangi jembatan,
Yang dibangun dari sebuah penyesalan,
Ditopang oleh tiang kebencian...
Dan terbentang di atas gelombang pasang yang tak henti berkejaran.
Memang malam begitu membekukan,
Karena hangatnya bintang tak mampu menepiskan dinginnya.
Begitu pun gelapnya, sangat membutakan.
Terangnya bulan bahkan tak mampu menembus pandangannya.
Duhai malam..,
Tak bisakah kau bagi indahnya saja ?
Atau kau perlihatkan saja saat-saat gelapmu mulai memudar,
Tersaput warna kuning keemasan.
Pertanda lelah tlah terlampiaskan.
Ketika bintang saling mengerlingkan tatapan.
Mencoba menyeberangi jembatan,
Yang dibangun dari sebuah penyesalan,
Ditopang oleh tiang kebencian...
Dan terbentang di atas gelombang pasang yang tak henti berkejaran.
Memang malam begitu membekukan,
Karena hangatnya bintang tak mampu menepiskan dinginnya.
Begitu pun gelapnya, sangat membutakan.
Terangnya bulan bahkan tak mampu menembus pandangannya.
Duhai malam..,
Tak bisakah kau bagi indahnya saja ?
Atau kau perlihatkan saja saat-saat gelapmu mulai memudar,
Tersaput warna kuning keemasan.
Pertanda lelah tlah terlampiaskan.
Subscribe to:
Posts (Atom)